Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari oleh Balya Nur
Memang rada sulit membedakan kapan presiden berperan sebagai capres atau sebaliknya.
Begitu juga sulit membedakan kapan gubernur atau bupati berperan sebagai timses ataupun sebaliknya.
Anies Baswedan memang tidak tercatat sebagai timses Prabowo - Sandi. Namun jika dikatakan sebagai pro Prabowo, itu pasti.
Kalau dia berpose dua jari di acara internal Partai Gerindra, itu adalah aksi satu-satunya dari Anies.
Lihat: Soal Media yang Berisik Pagi Siang Malam Jelang Reuni 212
Kan dia juga sedang berperan sebagai Anies bukan sebagai Gubernur DKI, karena Anies sudah mengirim izin cuti ke Mendagri.
Lagipula hanya berlangsung dalam hitungan detik, yang agak lamaan sewaktu menyambut kedatangan tim supporter Persija.
Maklum, lambang jari Persija dengan lambang jari Prabowo Sandi kebetulan sama. Kalau Roger bilang, itu lambang akal sehat.
Cara yang paling mudah membedakan capres dengan presiden adalah dari kegiatannya.
Kalau memakai mobil dinas lengkap dengan protokolernya, ya.. itu berarti sedang berperan jadi presiden.
Ini penting! Misalnya, presiden datang ke Ponorogo dalam rangka perjalanan dinas membagikan sertifikat tanah.
Selagi berperan sebagai presiden, dia harus berada diatas semua golongan.
Dalam musim pilpres ini presiden juga harus berada di atas dua lambang jari yang lagi cari perhatian.
Kalau rakyatnya menyambut kedatangannya dengan salam dua jari, ya mesti dipahami sebagai sambutan rakyat setempat yang kebetulan pro Prabowo.
Karena berperan ganda, orangnya itu-itu juga, presiden mau tidak mau ya mesti membalas dengan lambaian tangan lima jari biar netral gitu.
Begitu juga jika disambut dengan lambang jempol atau satu jari, ya tetap dibalas dengan lambaian lima jari.
Soal tafsir Hersubeno Arief yang bilang, sambutan dua jari itu sebagai bentuk pembangkangan rakyat (social disobedience) itu urusan pengamat.
Jadi, kalau misalnya ada DPD atau DPC salah satu parpol koalisi petahana mengadukan aksi lambaian dua jari itu ke Bawaslu, relevansinya apa?
Peran sebagai presiden kan nggak ada urusan dengan Bawaslu.
Presiden kan berada diatas dua golongan yang beda lambang jari. Kalau presiden datang sebagai capres menemui relawannya, lalu disambut dengan lambaian dua jari, beda lagi ceritanya.
Paspampres juga mesti berperan ganda.
Kalau lagi mengawal presiden, ya biarain saja orang mau ikutan foto bareng presiden dengan lambang satu jari atau dua jari. Kalau lagi ngawal capres, boleh lah tertibkan lambang dua jari.
Goodbener Anies Baswedan kalau ada yang menyambut dengan salam satu jari juga pasti cuma senyum-senyum saja.
Sebagai gubernur kan dia juga harus berada diatas dua golongan lembang jari.
Dipanggil Bawaslu saja dia hadapi sendirian, apalagi cuma urusan jari.
Soal banyak yang marah melihat Anies diperlakukan sebagai pesakitan di kantor Bawaslu, ceritanya beda lagi.
Itu soal rasa keadilan yang terusik.
Nah, kalau rasa keadilan sudah terusik, biasanya lambang dua jari itu nggak peduli lagi, mau presiden berperan sebagai presiden atau capres, pokoknya selfie foreground lambang dua jari dengan background presiden atau capres rasanya puas saja, gitu...
Kalau sudah tahap itu, bolehlah disebut sebagai pembangkangan rakyat atawa social disobedience.
Terus, membedakannya gimana? Mau tahu banget atau mau tahu saja? Nanti saya kirim kisi-kisinya.
Kedatangan Presiden Jokowi dan Erick Tohir, ketua TKN menjenguk Ust. Arifin Ilham tentu saja patut diapresaisi. Ini soal hubungan antar manusia, terlepas dari muatan politik.
Tapi pendukung Jokowi memanfaatkan momen silaturahim itu demi pencitraan junjungannya.
Ada yang bikin framing. Kedatangan Jokowi menjenguk Ustadz Arifin Ilham diibaratkan sifat Nabi Muhammad SAW yang tetap berbuat baik pada orang yang menghinanya.
Walaupun patut dipertanyakan, kapan Ustadz Arifin menghina Jokowi? Okelah, namanya juga usaha.
Dan yang bikin kepala mendidih adalah kelakuan Cebong garis kolam panas.
Coba saja berkunjung ke lapaknya Denny Siregar.
Walaupun ujungnya mendoakan kesembuhan, tapi awalnya penuh dengan kebencian dan rasa permusuhan di tengah suasana kesedihan mendalam ini.
Kepala semakin terasa terbakar membaca status dan komentar-komentar para Cebong garis kolam panas.
Ada yang menghubungkan dengan poligami, bahkan ada yang bikin fitnah keji soal HIV dan penyakit yang tidak ada hubungannya dengan penyakit ustadz Arifin.
Lihat: Memukul dengan Meminjam Tenaga Lawan
Akun Generasi Muda Muhammadiyah memuat skrinsyut komentar keji para Cebong dengan maksud menampilkan fakta betapa kejinya para Cebong garis kolam panas membuly ustadz yang sedang sakit.
Jangan paksa saya buat menyertakan skrinsyut kekejian itu.
Silakan cari sendiri saja. Saya tidak mau mengotori lapak ini dengan ujaran para Cebong yang kedunguannya tak bertepi.
Catatan: Artikel ini diambil dari status Facebook Babeh Balya Nur, dan admin Awambicara telah mendapatkan izin untuk menayangkannya dalam postingan opini Awam Bicara ID.
Begitu juga sulit membedakan kapan gubernur atau bupati berperan sebagai timses ataupun sebaliknya.
Anies Baswedan memang tidak tercatat sebagai timses Prabowo - Sandi. Namun jika dikatakan sebagai pro Prabowo, itu pasti.
Kalau dia berpose dua jari di acara internal Partai Gerindra, itu adalah aksi satu-satunya dari Anies.
Lihat: Soal Media yang Berisik Pagi Siang Malam Jelang Reuni 212
Kan dia juga sedang berperan sebagai Anies bukan sebagai Gubernur DKI, karena Anies sudah mengirim izin cuti ke Mendagri.
Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari
Lagipula hanya berlangsung dalam hitungan detik, yang agak lamaan sewaktu menyambut kedatangan tim supporter Persija.
Maklum, lambang jari Persija dengan lambang jari Prabowo Sandi kebetulan sama. Kalau Roger bilang, itu lambang akal sehat.
Cara yang paling mudah membedakan capres dengan presiden adalah dari kegiatannya.
Kalau memakai mobil dinas lengkap dengan protokolernya, ya.. itu berarti sedang berperan jadi presiden.
Ini penting! Misalnya, presiden datang ke Ponorogo dalam rangka perjalanan dinas membagikan sertifikat tanah.
Selagi berperan sebagai presiden, dia harus berada diatas semua golongan.
Dalam musim pilpres ini presiden juga harus berada di atas dua lambang jari yang lagi cari perhatian.
Kalau rakyatnya menyambut kedatangannya dengan salam dua jari, ya mesti dipahami sebagai sambutan rakyat setempat yang kebetulan pro Prabowo.
Karena berperan ganda, orangnya itu-itu juga, presiden mau tidak mau ya mesti membalas dengan lambaian tangan lima jari biar netral gitu.
Begitu juga jika disambut dengan lambang jempol atau satu jari, ya tetap dibalas dengan lambaian lima jari.
Soal tafsir Hersubeno Arief yang bilang, sambutan dua jari itu sebagai bentuk pembangkangan rakyat (social disobedience) itu urusan pengamat.
Jadi, kalau misalnya ada DPD atau DPC salah satu parpol koalisi petahana mengadukan aksi lambaian dua jari itu ke Bawaslu, relevansinya apa?
Peran sebagai presiden kan nggak ada urusan dengan Bawaslu.
Presiden kan berada diatas dua golongan yang beda lambang jari. Kalau presiden datang sebagai capres menemui relawannya, lalu disambut dengan lambaian dua jari, beda lagi ceritanya.
Paspampres juga mesti berperan ganda.
Kalau lagi mengawal presiden, ya biarain saja orang mau ikutan foto bareng presiden dengan lambang satu jari atau dua jari. Kalau lagi ngawal capres, boleh lah tertibkan lambang dua jari.
Goodbener Anies Baswedan kalau ada yang menyambut dengan salam satu jari juga pasti cuma senyum-senyum saja.
Sebagai gubernur kan dia juga harus berada diatas dua golongan lembang jari.
Dipanggil Bawaslu saja dia hadapi sendirian, apalagi cuma urusan jari.
Soal banyak yang marah melihat Anies diperlakukan sebagai pesakitan di kantor Bawaslu, ceritanya beda lagi.
Itu soal rasa keadilan yang terusik.
Nah, kalau rasa keadilan sudah terusik, biasanya lambang dua jari itu nggak peduli lagi, mau presiden berperan sebagai presiden atau capres, pokoknya selfie foreground lambang dua jari dengan background presiden atau capres rasanya puas saja, gitu...
Kalau sudah tahap itu, bolehlah disebut sebagai pembangkangan rakyat atawa social disobedience.
Terus, membedakannya gimana? Mau tahu banget atau mau tahu saja? Nanti saya kirim kisi-kisinya.
Susu Setitik Merusak Nila Sekolam
Kedatangan Presiden Jokowi dan Erick Tohir, ketua TKN menjenguk Ust. Arifin Ilham tentu saja patut diapresaisi. Ini soal hubungan antar manusia, terlepas dari muatan politik.
Tapi pendukung Jokowi memanfaatkan momen silaturahim itu demi pencitraan junjungannya.
Ada yang bikin framing. Kedatangan Jokowi menjenguk Ustadz Arifin Ilham diibaratkan sifat Nabi Muhammad SAW yang tetap berbuat baik pada orang yang menghinanya.
Walaupun patut dipertanyakan, kapan Ustadz Arifin menghina Jokowi? Okelah, namanya juga usaha.
Dan yang bikin kepala mendidih adalah kelakuan Cebong garis kolam panas.
Coba saja berkunjung ke lapaknya Denny Siregar.
Walaupun ujungnya mendoakan kesembuhan, tapi awalnya penuh dengan kebencian dan rasa permusuhan di tengah suasana kesedihan mendalam ini.
Kepala semakin terasa terbakar membaca status dan komentar-komentar para Cebong garis kolam panas.
Ada yang menghubungkan dengan poligami, bahkan ada yang bikin fitnah keji soal HIV dan penyakit yang tidak ada hubungannya dengan penyakit ustadz Arifin.
Lihat: Memukul dengan Meminjam Tenaga Lawan
Akun Generasi Muda Muhammadiyah memuat skrinsyut komentar keji para Cebong dengan maksud menampilkan fakta betapa kejinya para Cebong garis kolam panas membuly ustadz yang sedang sakit.
Jangan paksa saya buat menyertakan skrinsyut kekejian itu.
Silakan cari sendiri saja. Saya tidak mau mengotori lapak ini dengan ujaran para Cebong yang kedunguannya tak bertepi.
Catatan: Artikel ini diambil dari status Facebook Babeh Balya Nur, dan admin Awambicara telah mendapatkan izin untuk menayangkannya dalam postingan opini Awam Bicara ID.
TENTANG KAMI : Situs yang didedikasikan sebagai tempat untuk belajar Soal CPNS, Psikotes dan Blogging. Informasi terkini tentang Drakor terbaru, Loker, Lifestyle dan Teknologi. Terus ikuti kami untuk update artikel terbaru, atau ikuti kami di Facebook dan Twitter.
Posting Komentar untuk "Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari oleh Balya Nur"